Muliadi: Pentingnya Kejelasan Pengelolaan Kayu Gelondongan Pasca-Bencana

MEDAN  – Perpanjangan status tanggap darurat bencana di wilayah terdampak bencana alam baru-baru ini terus mendapat perhatian. Muliadi, seorang Purnawirawan Brimob POLRI, Instruktur PB dan SAR, serta Pengurus FPRB-PROVSU, memberikan pandangan dan rekomendasi terkait penanganan kayunya gelondongan dan lumpur mengeras yang masih menghambat pemulihan wilayah tersebut.

Penanganan Kayu Gelondongan dan Potensi Risiko Bencana

Menurut Muliadi, salah satu masalah paling mendesak yang dihadapi adalah penanganan kayunya gelondongan yang tersebar di alur sungai dan pemukiman. "Kayu gelondongan ini tidak hanya menghambat aliran air, tetapi juga berpotensi memicu banjir dan longsor susulan," ujar Muliadi.

Muliadi menekankan bahwa ketidakjelasan tentang status hukum dan pengelolaan kayu gelondongan bisa menimbulkan konflik sosial dan persoalan hukum di kemudian hari. "Diperlukan kejelasan dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab, bagaimana cara mengelola, dan untuk apa kayu tersebut akan dimanfaatkan," jelasnya.

Rekomendasi untuk Penanganan yang Lebih Terstruktur

Sebagai seorang yang berpengalaman dalam penanggulangan bencana dan memiliki latar belakang dalam komando dan koordinasi, Muliadi menyarankan agar kayunya gelondongan diperlakukan sebagai material bencana yang berada di bawah kendali negara selama masa tanggap darurat. "Keputusan ini perlu diambil dengan tegas untuk memastikan tidak ada potensi konflik kepentingan yang bisa mengganggu proses pemulihan," kata Muliadi.

Selain itu, ia juga mengusulkan untuk menunjuk satu komando yang memimpin pengelolaan kayu gelondongan. "Mekanisme yang jelas dan transparan sangat penting agar masyarakat tidak merasa ragu atau curiga terhadap pengelolaannya," tambah Muliadi.

Muliadi: Pengalaman sebagai Pengurus FPRB-PROVSU Membantu Mengatasi Masalah Sosial

Muliadi, yang kini menjabat sebagai Pengurus FPRB-PROVSU, juga menekankan bahwa koordinasi antara berbagai pihak—baik pemerintah daerah, OPD teknis, BPBD, KLHK, hingga aparat penegak hukum—merupakan kunci utama dalam mengatasi krisis ini. "Keberhasilan penanganan bencana tidak hanya bergantung pada kesiapan fisik, tetapi juga pada kemampuan koordinasi antara semua pihak yang terlibat," ungkapnya.

Menghadapi Dampak Sosial dan Hukum

Muliadi juga mengingatkan bahwa jika permasalahan ini tidak segera ditangani dengan jelas, dampak sosial dan hukum akan semakin besar. "Konflik sosial, ketidakpercayaan masyarakat, dan bahkan potensi masalah hukum terkait aset dan sumber daya alam dapat muncul jika tidak ada kebijakan yang tegas dan transparan," ujarnya.

Kepemimpinan dan Transparansi yang Dibutuhkan

Bagi Muliadi, kepemimpinan yang kuat dan transparansi adalah dua hal yang sangat dibutuhkan dalam penanganan bencana. "Perpanjangan status tanggap darurat bencana harus diikuti dengan keputusan yang strategis dan berani. Ini adalah ujian kepemimpinan bagi pemerintah dan semua pihak yang terlibat," pungkasnya.