MENYELIPKAN RIDHA DI ANTARA LELAH: BELAJAR TENANG BERSAMA PESAN AA GYM

BANDUNG [KJI Newsroom] -- Pagi itu, udara di Pesantren Daarut Tauhiid terasa berbeda. Tidak hanya sejuk, tetapi juga hening—hening yang membuat hati mudah mendengar dirinya sendiri. Langkah-langkah para jamaah berjalan pelan, seolah tak ingin merusak ketenangan yang sedang singgah.

Di salah satu sudut, seorang anak muda duduk menunduk. Matanya kosong, pikirannya penuh. Hidup yang ia jalani terasa seperti jalan panjang tanpa penunjuk arah. Ia sudah berusaha, sudah berdoa, sudah berharap. Namun kenyataan tetap berjalan di luar rencana. Yang tersisa hanyalah lelah.

Di tengah kegelisahan semacam itulah pesan Aa Gym menemukan tempatnya.

Dalam salah satu tausiyahnya yang dimuat di laman Daaruttauhiid.org, dai yang dikenal dengan suara teduh dan tutur sederhana itu mengajak umat kembali pada satu sikap batin yang sering terlupa ketika hidup tak berjalan sesuai harapan: ridha.

Ridha, kata Aa Gym, bukan tentang berhenti berharap, apalagi menyerah pada keadaan. Ridha justru hadir setelah seseorang berjuang sepenuh tenaga. Setelah doa-doa dipanjatkan, setelah usaha dikerahkan, setelah air mata jatuh dalam sunyi. Ketika hasil tak kunjung sesuai keinginan, ridha menjadi ruang aman bagi hati agar tidak patah.

“Siapa yang ridha terhadap ketetapan Allah, maka Allah pun akan ridha kepadanya,” ungkap Aa Gym suatu ketika.

Kalimat itu tak terdengar menggurui. Ia lebih seperti pelukan bagi mereka yang lelah bertanya, mengapa hidup begini-begini saja?

Ketika Harapan Tak Sampai Tujuan

Manusia hidup dengan rencana. Kita menyusun harapan seolah masa depan bisa dikendalikan sepenuhnya. Namun kenyataan sering kali memilih jalannya sendiri. Pekerjaan impian gagal diraih, hubungan yang diperjuangkan harus berakhir, doa yang terus dipanjatkan belum juga terjawab.

Dalam situasi itu, hati mudah memberontak. Kita merasa tidak adil diperlakukan keadaan, bahkan diam-diam mempertanyakan Tuhan.

Aa Gym mengajak umat melihat lebih dalam. Ia mengingatkan bahwa iman bukan hanya tentang bersyukur saat bahagia, tetapi juga tentang mempercayai Allah ketika hidup terasa berat.

Ia pun mengutip firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 216—ayat yang sering menjadi sandaran jiwa-jiwa yang letih: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu.”

Ayat itu seolah menegur dengan lembut: manusia menilai dengan perasaan, sementara Allah menetapkan dengan pengetahuan.

Belajar Berdamai dengan Kenyataan

Kekecewaan, menurut Aa Gym, kerap lahir dari keinginan untuk mengendalikan hasil. Kita lupa bahwa tugas manusia adalah berusaha, bukan memastikan hasil sesuai keinginan.

Ketika hati belum siap menerima, kegagalan terasa seperti hukuman. Namun ketika hati belajar ridha, kegagalan bisa berubah menjadi pelajaran, bahkan penjagaan.

Ridha tidak menghapus rasa sedih. Ia tidak membuat air mata berhenti mengalir. Namun ridha mengubah cara hati memaknai luka. Dari marah menjadi pasrah, dari kecewa menjadi percaya.

Hikmah yang Datang Belakangan

Sering kali, makna sebuah peristiwa baru dipahami setelah waktu berlalu. Apa yang dulu membuat kita menangis, kelak justru membuat kita bersyukur. Jalan yang terasa buntu ternyata mengarahkan pada tempat yang lebih baik.

Aa Gym mengingatkan bahwa bisa jadi apa yang hari ini kita anggap musibah adalah cara Allah menyelamatkan kita dari hal yang lebih buruk. Atau mungkin, Allah sedang menunda kebaikan agar datang di waktu yang paling tepat—bukan menurut keinginan kita, tetapi menurut kasih sayang-Nya.

Menemukan Teduh di Tengah Riuh Dunia

Di zaman ketika hidup terasa seperti perlombaan tanpa garis akhir, ketika keberhasilan orang lain terpampang setiap hari, hati mudah merasa tertinggal. Dalam kondisi itu, ridha menjadi oase—tempat jiwa beristirahat dari tuntutan dunia.

Anak muda yang duduk termenung di pagi itu akhirnya bangkit. Langkahnya masih pelan, bebannya belum sepenuhnya sirna. Namun ada satu hal yang berubah: hatinya tak lagi melawan takdir.

“Saya lupa bahwa Allah selalu tahu apa yang terbaik,” ucapnya pelan.

Ridha, sebagaimana diajarkan Aa Gym, bukan akhir dari ikhtiar. Ridha adalah cara mencintai keputusan Allah tanpa kehilangan harapan. Ia adalah keyakinan bahwa di balik setiap jalan yang terasa berat, Allah selalu menyertakan makna.

Dan ketika hati mampu berkata ya pada takdir, di situlah ketenangan perlahan menemukan jalannya. [MGO301280]