PANDAN [KJINewsroom] -- Di sebuah posko darurat di pinggiran wilayah Sumatera yang luluh lantak, pesan Presiden Prabowo bukan sekadar deretan kalimat di media sosial, melainkan sebuah harapan yang terasa nyata di tengah dinginnya malam Natal.

Bagi Merry (45), seorang ibu yang harus merelakan rumahnya rata dengan tanah akibat terjangan banjir bandang, kehadiran bantuan dan pesan solidaritas dari pusat adalah alasan baginya untuk tetap berdiri. Dengan mata berkaca-kaca sambil menggenggam bantuan logistik yang baru tiba, ia mengungkapkan rasa harunya.

"Kami sempat merasa dilupakan di sini. Di saat orang-orang di luar sana bersukacita merayakan Natal dan menyambut tahun baru, kami di sini hanya punya lumpur dan kenangan. Tapi ketika mendengar Bapak Presiden meminta seluruh bangsa menolong kami, rasanya seperti ada tangan yang memeluk kami dari jauh. Bantuan ini lebih dari sekadar makanan; ini adalah tanda bahwa kami tidak sendirian di tengah bencana ini," tutur Merry dengan suara bergetar.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Telaumba (52), salah seorang tokoh masyarakat di pengungsian. Baginya, ajakan Presiden untuk "bangkit bersama" adalah kekuatan moral yang mereka butuhkan.

"Kehilangan itu berat, apalagi di waktu seperti ini. Namun, melihat bantuan datang dan mendengar seruan gotong royong dari Jakarta, itu memberi kami alasan untuk percaya bahwa besok masih ada. Natal kami tahun ini mungkin tidak ada lampu hias, tapi semangat persatuan yang disebutkan Presiden adalah cahaya yang kami butuhkan untuk mulai membangun kembali," ungkap Telaumba sambil menatap reruntuhan desanya.

Solidaritas yang Menembus Sekat

Kutipan dari warga ini menjadi bukti bahwa di balik instruksi politik dan pesan resmi, ada detak jantung kemanusiaan yang sedang diupayakan. Natal 2025 di Sumatera mungkin akan dikenang sebagai Natal yang penuh air mata, namun berkat instruksi pengerahan kekuatan penuh dari Presiden, ia juga akan dikenang sebagai momentum di mana bangsa Indonesia membuktikan ketangguhannya melalui kasih yang nyata.